Pendidikan Anak dalam Pergulatan ~1~

Rabu, 24 Februari 2010


Oleh: Al-Ustadz Abulfaruq Ayip Syafruddin

Menurut Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu dalam Tsalatsatul Ushul-nya, yang disebut ilmu adalah ma’rifatullah (mengenal Allah), ma’rifatu nabiyyihi (mengenal Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam) dan ma’rifatu dienil Islam bil adillah (mengenal agama Islam berdasarkan dalil-dalil). Inilah yang disebut sebagai ilmu. Sedangkan Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullahu menyatakan bahwa yang disebut ilmu adalah ilmu syar’i. Yaitu, ilmu (yang meliputi) apa saja yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan kepada Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam bentuk penjelasan-penjelasan (al-bayyinat) dan petunjuk (al-huda). Maka, ilmu yang terpuji adalah ilmu wahyu. Hanya ilmu yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta’ala saja. (Kitabul ‘Ilmi, hal. 9)
Lebih tegas Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu memaparkan, bahwa telah dimaklumi para nabi telah mewariskan ilmu الله عز وجل Bukan ‘ilmu’ lainnya. Para nabi tidaklah mewariskan kepada manusia ilmu teknologi industri atau segala yang terkait dengannya.

Sudah menjadi kewajiban kaum muslimin untuk mempelajari dan memahami ilmu syar’i tersebut. Karena, tidak akan mungkin seorang muslim mengamalkan agamanya tanpa disertai mempelajari dan memahami ilmu syar’i dengan baik dan benar. Berbeda dengan ‘ilmu’ teknologi industri, tidak semua kaum muslimin wajib untuk mempelajarinya. Ilmu syar’i yang telah الله سبحنه وتعلى turunkan melalui Rasul-Nya صلى الله عليه وسلم merupakan ilmu yang menyangkut keselamatan hidup seseorang di dunia maupun di akhirat kelak. Maka, bila seorang muslim menghendaki kebaikan, hendaknya dia berupaya mempelajari dan memahami secara baik dan benar ilmu yang telah الله سبحنه وتعلى turunkan melalui Rasul-Nya صلى الله عليه وسلم
Satu tanda bahwa seseorang mendapat kebaikan, yaitu الله سبحنه وتعلى memberikan kefaqihan dalam agama. Rasulullah صلى الله عليه وسلم telah menyatakan hal ini sebagaimana dalam hadits Mu’awiyah رضي الله
عنه
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ


“Barangsiapa yang Allah kehendaki padanya kebaikan, Allah faqihkan dia dalam agama.” (HR. Al-Bukhari no. 71, 3116, 7312)

Sungguh beruntung sekali seseorang yang bisa mendapat hal tersebut. Dirinya bisa mempelajari, memahami dan mengamalkan agamanya. Sungguh, ilmu syar’i inilah yang menjadi warisan dari para nabi Allah. jika seseorang mampu meraupnya, sungguh dia telah mendapat keberuntungan yang melimpah ruah. Sebagaimana hadits dari Abud Darda` رضي الله عنه bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ، وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِيْنَارًا وَلَا دِرْهَمًا، وَرَّثُوا الْعِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

“Dan sesungguhnya ulama itu pewaris nabi. Dan sesungguhnya para nabi itu tidaklah mewariskan dinar dan tidak pula dirham. Para nabi mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya, dia telah mengambil (mendapatkan) keberuntungan yang banyak.” (Sunan Abi Dawud, no. 3641, Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu menshahihkannya)
Maka, sudah selaiknya bila Allah Subhanahu wa Ta’ala mengangkat dan meninggikan derajat ahlul ilmi di dunia dan akhirat. الله سبحنه وتعلى berfirman:

يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Al-Mujadilah: 11)
Sebagaimana diungkapkan oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullahu, sesungguhnya الله سبحنه وتعلى akan mengangkat ahlul ilmi di akhirat dan di dunia. Di akhirat, sungguh الله سبحنه وتعلى akan mengangkat, meninggikan kedudukan mereka beberapa derajat terkait segenap apa yang telah mereka upayakan dalam menegakkan dakwah ke (jalan) الله سبحنه وتعلى serta mengamalkan apa yang mereka telah amalkan. Sedangkan di dunia, الله سبحنه وتعلى akan meninggikan mereka di antara hamba-hamba-Nya terkait apa yang telah mereka tegakkan dengannya. (Kitabul ‘Ilmi, hal. 16-17)
Berpijak guna menjadi ahlul ilmi itulah anak-anak mendapat pendidikan. Mereka adalah generasi yang dilahirkan untuk masa depan, menyongsong dakwah, dan menegakkan Islam. Menjadi generasi yang memiliki bekal keilmuan dan peduli terhadap keadaan umat. Bukan generasi yang dididik untuk disiapkan menjadi mesin-mesin ekonomi. Dihisap waktu, tenaga dan pikirannya oleh para kapitalis. Bukan. Bukan ke arah itu mendidik anak.

Karenanya, arahkan, bimbing dan tuntun anak-anak agar merasa nyaman dengan Al-Qur`an. Relakan dia menghafal, mempelajari dan mengamalkan apa yang dikandung dalam Kitab nan suci itu. Sungguh amat bersyukur bagi orangtua yang mampu (dengan pertolongan الله سبحنه وتعلى) mengantarkan anak-anaknya senantiasa mempelajari, menghafalkan dan berupaya mengamalkan Al-Qur`an. Dari Buraidah رضي الله عنه dia berkata: Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ وَتَعَلَّمَهُ وَعَمِلَ بِهِ أُلْبِسَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ تَاجًا مِنْ نُورٍ ضَوْؤُهُ مِثْلُ ضَوْءِ الشَّمْسِ وَيُكْسَى وَالِدَيْهِ حُلَّتَانِ لاَ تُقَوَّمُ بِهِمَا الدُّنْيَا فَيَقُولَانِ: بِمَا كُسِيْنَا هَذَا؟ فَيُقَالُ: بِأَخْذِ وَلَدِكُمَا الْقُرْآنَ

“Barangsiapa yang membaca Al-Qur`an, mempelajarinya dan mengamalkannya kelak pada hari kiamat dikenakan mahkota dari cahaya yang sinar kemilaunya seperti cahaya matahari. Dan (bagi) kedua orangtuanya masing-masing dikenakan pula dua pakaian yang tak bisa dinilai dengan dunia. Maka kedua orangtuany\a bertanya: ‘Lantaran apa kami dipakaikan (yang seperti) ini?’ Maka dijawab: ‘Karena anak kalian berdua belajar Al-Qur`an’.” (Mustadrak Al-Hakim, 1/568. Lihat Ash-Shahihah no. 2914)
Dari ‘Utsman bin ‘Affan رضي الله عنه bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلّمَهُ

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur`an dan yang mengajarkannya.” (HR. Al-Bukhari no. 5028)
Diungkapkan oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu bahwa sesungguhnya membaca Kitabullah merupakan sebab tumbuhnya kebaikan. Sedangkan kebaikan pada anak (yaitu dengan menjadi anak shalih) akan membawa kebaikan bagi orangtua saat di dunia maupun setelah meninggal dunia. Ini sebagaimana disebutkan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم dalam hadits Abu Hurairah رضي الله عنه

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ: مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah darinya amal kecuali tiga hal. Yaitu, dari sedekah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak yang shalih yang mendoakan orangtuanya.” (HR. Muslim no. 1631, lihat Kitabul ‘Ilmi hal. 205)
Diharapkan, dengan membekali anak dengan ilmu syar’i disertai bekal kemampuan lainnya, kelak diri anak bisa menjadi dai yang menyeru manusia ke jalan dia menjadi bagian dari umat Rasulullah صلى الله عليه وسلم yang mengemban tugas mulia. الله سبحنه وتعلى berfirman:

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Katakanlah: ‘Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik’.” (Yusuf: 108)
Tentang ayat ini, Ibnu Katsir rahimahullahu menyatakan bahwa setiap orang yang mengikuti Rasulullah صلى الله عليه وسلم menyeru kepada apa yang telah didakwahkan oleh beliau صلى الله عليه وسلم atas dasar bashirah (ilmu), keyakinan, burhan (dalil) secara aqli dan syar’i. (Tafsir Al-Qur`ainl ‘Azhim, 2/649)

Bersambung, insyaALLAH

0 komentar:

Posting Komentar

Lorem

Please note: Delete this widget in your dashboard. This is just a widget example.

Ipsum

Please note: Delete this widget in your dashboard. This is just a widget example.

Dolor

Please note: Delete this widget in your dashboard. This is just a widget example.